Penulis Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi
Telah sampai kepada kami beberapa usulan pembaca agar kami mengkritik sebuah buku  yang beredar akhir-akhir ini yang dipublikasikan secara gencar dan  mendapatkan sanjungan serta kata pengantar dari para tokoh. Oleh  karenanya, untuk menunaikan kewajiban kami dalam menasihati umat, kami  ingin memberikan studi kritis terhadap buku ini, sekalipun secara global  saja sebab tidak mungkin kita mengomentari seluruh isi buku rang penuh  dengan syubhat tersebut dalam majalah kita yang terbatas ini. Semoga  Alloh menampakkan kebenaran bagi kita dan melapangkan hati kita untuk  menerimanya.
JUDUL BUKU DAN PENULISNYA
Judul buku ini adalah Sejarah Berdarah Sekfe Salafi Wahabi, ditulis  oleh Syaikh Idahram, penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, cetakan  pertama, 2011. Buku ini mendapatkan rekomendasi tiga tokoh agama yang  populer namanva yaitu KH. Dr. Said Agil Siraj, KH. Dr. Ma’ruf Amin, dan  Muhammad Arifin Ilham.
AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM?
Pada hlm. 234 penulis mengatakan:
Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan  Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi.  Dalil-dalil mereka begitu rapuhnya, hanya mengandalkan hadits-hadits  ahad dalam hal akidah.
Jawaban:
Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asrna’ wa shifat  sangat jelas mengimani nama dan sifat Alloh yang telah disebutkan  al-Qur’an dan hadits yang shohih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil  (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil  (penyerupaan).[1] Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman  Alloh:
“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. asy-Syuro [42]: 11)
Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata:
“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan  as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Alloh  meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang  artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ (QS. Asy-Syuro  [42 : 11).[2]
Namun, jangan merasa aneh dengan tuduhan ini, karena demikianlah  perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata,  “Seluruh Ahlus Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang  terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara  zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan  bagaimananya/bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah,  Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak  mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang  yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh  dengan makhluk).”[3]
Semoga Alloh merahmati al-Imam Abu Hatim ar-Rozi yang telah  mengatakan, “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda  Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.”[4]
lshaq bin Rohawaih mengatakan, “Tanda Jahm dan pengikutnya adalah  menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah  padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (menidakan/mengingkari sifat  bagi Alloh).”[5]
PEMBAGIAN TAUHID BID’AH?
Pada him. 236 penulis mengatakan:
Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah  diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad  berlalu dari masa Rasulullah. Pernyataan yang seperti ini tidak pernah  ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun  ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan  tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal  seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir. Demikianlah Salafi Wahabi  mengklaim selalu mengikuti salaf shalih tetapi kenyataannya tidak ada  seorangpun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian  seperti ini. Lagi-lagi, Salafi Wahabi melempar Al-Qur’an, Sunnah dan  Salaf Shalih ke tong sampah.
Jawaban:
Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid  Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian  yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi Pembagian  ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah)[6], tetapi pembagian ini  berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan  para ulama ahli Bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fill,  dan huruf.[7]
Bahkan, banyak sekali ayat-ayat yang meng¬gabung tiga macam tauhid ini bagi prang yang mau mencermatinya, seperti firman Alloh:
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di  antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat  kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia  (yang patut disembah)?” (QS. Maryam [79]: 65)
Firman-Nya “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada  di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia  dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid  uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya”  menunjukkan tauhid asma’ wa shifat.[8]
Lebih dari itu -jika kita jeli- surah pertama dalam al-Qur’an  (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam  al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa  kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini.[9] Syaikh Hammad  al-Anshori berkata, “Alloh membuka kitab-Nya dengan Surah aI-Fatihah  yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah  an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai  sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi  kalian mati di atas tauhid.”[10]
Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan  pembagian ini, seandainya kami menukilnya niscaya tidak akan termuat  dalam majalah ini. Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani  Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad  menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid  menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah  (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354  H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H),  al-Qurthubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan  ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh  Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah seperti pernyataan penulis?!  Pikirkanlah wahai orang yang berakal!!!
KAKAK SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
Pada hlm. 34 penulis mengatakan:
Sebaliknya, karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama  Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan  begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi  ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad  bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat  adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat  secara umum.
Jawaban:
Benar, kami tidak mengingkari bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab,  saudara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang  dakwah beliau. Namun, ada dua poin yang perlu diperhatikan bersama untuk  menanggapi hal ini:
Pertama: Antara Nasab dan Dakwah yang Benar
Kita harus ingat bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang  menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq.  Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para sahabat, para ahli tauhid, dan  sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak,  saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka?! Kisah Nabi Nuh  dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim dan ayahnya, Nabi Muhammad dan  pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah  semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid, wahai hamba Alloh?!  Sungguh benar sabda Nabi :
“Barang siapa amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”[11]
Kedua: Kembalinya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
Mayoritas ulama[12] mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab  telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu  Ghonnam[13], Ibnu Bisyr[14], Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad  as-Syuwa’ir[15], dan sebagainya. Apakah hal ini diketahui oleh  musuh-musuh dakwah?! Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka?!  Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi,  “Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul  Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208  H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia  menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan  sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya  hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab  telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya  Alloh memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui  saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan  dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh  Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq  IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat  gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut  taubatnya Sulaiman.”[16]
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU?
Pada him. 34 penulis mengatakan:
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan  kisah-kisah para pengaku kenabian seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah,  Aswad al’Unsi dan Thulaihah al-Asadi.
Jawaban:
Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini: “lni juga  termasuk kebohongan dan kedustaan. Yang benar, beliau gemar membaca  kitab-kitab tafsir dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam  sebagian jawabannya, ‘Dalam memahami Kitabulloh, kita dibantu dengan  membaca kitab-kitab tafsir populer yang banyak beredar, yang paling  bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thobari dan  ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula al-Baidhowi,  aI-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang  hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah  al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi  terhadap (Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan  kitab-kitab hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk  hadits) beserta syarahnya, kita juga gemar menelaah seluruh kitab dalam  berbagai bidang, ushul dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu  umat’.”[17]
PEMBUNUHAN DAN PENGKAFIRAN 
Pada hlm. 61-138 penulis menguraikan panjang lebar bahwa Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap  kaum muslimin, termasuk ulama. Inilah yang menjadi inti buku tersebut.
Jawaban:
Demikian penulis artikel memuntahkan isi hatinya tanpa kendali!!  Aduhai alangkah murahnya dia mengobral kebohongan dan melempar tuduhan!!  Tidakkah dia sedikit takut akan adzab dan mengingat akibat para  pendusta yang akan memikul dosa?! Tidakkah dia menyadari bahwa dusta  adalah ciri utama orang-orang yang hina?!!
Tuduhan yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu  hingga kini, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah  menepis tuduhan ini dalam banyak kesempatan. Terlalu panjang kalau saya  nukilkan seluruhnya,[18] maka kita cukupkan di sini sebagian saja:
Dalam suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat  terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri  dari tuduhan keji yang dilontarkan kepada beliau. Beliau berkata, “Alloh  mengetahui bahwa orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan,  bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan  bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam  keislaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul kepada orang-orang  sholih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang yang  bersumpah dengan selain Alloh….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha  Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedu¬staan yang amat  besar.’”[19]
Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid. Beliau berkata, “Mereka mengerahkan Bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakaI pun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa haI ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!”[20]
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Alloh … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Alloh, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Alloh saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan.”[21]
Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi para sahabat, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rosul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh umat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shohih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf umat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”[22]
Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid. Beliau berkata, “Mereka mengerahkan Bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakaI pun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa haI ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!”[20]
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Alloh … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Alloh, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Alloh saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan.”[21]
Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi para sahabat, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rosul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh umat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shohih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf umat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”[22]
BEKERJA SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHOLIFAHAN TURKI UTSMANI
Pada hlm. 120 penulis membuat judul “Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong kekholifahan Turki Utsmani”.
Jawaban:
Demikianlah, mereka tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali  hanya tuduhan dan ke-dustaan semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul  Islam Ibnu Taimiyyah tatkala mengatakan; “Semua bentuk kesyirikan dan  beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta.  Oleh karenanya, setiap prang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah,  maka dia akan lehih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan  kedustaan.”[23] Dan alangkah benarnya ucapan al-Hafizh Ibnul Qoyyim
Janganlah engkau takut akan tipu daya musuh
Karena senjata mereka hanyalah kedustaan[24]
Beberapa sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir  tentang akibat yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul  Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas  pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah  Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.
Oleh karma itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan  pemerintahan ini. Mereka pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam  menghancurkan dakwah salafiyyah ini, di anta-ranya adalah:
Pertama: Penebaran opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah  dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas  di saat itu, yang paham quburiyyun, khurofiyyun, bid’ah, dan syirik  telah mendarah daging di dalarn hati mereka, bahkan parahnya kesultanan  Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung  kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan  Francis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’ (jahat) yang  memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah  rusak.[25]
Kedua: Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan  pemimpin kesul-tanan Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Francis  menebarkan racun ke dalam pikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan jazirah Arab dan  memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespons dan herupaya  memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasihat  dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi terhadap  berita ini.[26]
Sesungguhnya Inggris dan Francis mulai dari awal telah membenci  gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, terlebih setelah pemerintah  Alu (KeIuarga) Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan  serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860 M sehingga  perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.[27] Sesungguhnya asas-asas  Islam yang murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan  tujuan utama didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan  orang-orang asing di kawasan itu.[28]
Sungguh sangat “jauh panggang dari api” apabila dikatakan bahwa  Muhammad bin Abdul Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris,  padahal dengan menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia  lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad  Irfan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar  kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani (pendiri gerakan Ahmadiyah)  yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan  dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial  Inggris saat itu di negeri mereka.[29] Di Indonesia, tercatat ada Tuanku  Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang  memerangi bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah  Perang Padri, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang  memerangi kolonialisme Belanda.[30] Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika,  dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam  yang membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.”[31]
CIRI KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS?
Pada hlm. 139-180 penulis membawakan judul hadits-hadits Rosululloh  tentang salafy wahabi, di antaranya pada hlm. 164 penulis mengatakan  ciri¬ciri mereka adalah cukur plontos; sehingga pada him. 167 penulis  mengatakan:
Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham  Muhammad bin Abdul Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah  memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya  sebelum mengikuti fahamnya.
Jawaban:
Tuduhan ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu  melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul  Wahhab. Aduhai, alangkah beraninya penulis dalam memanipulasi hadits  Rosululloh dan menafsirkannya sesuai dengan selera hawa nafsunya  semata!! Seperti inikah cara Anda dalam beragumentasi wahai hamba  Alloh?!!
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala  membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak  mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan  kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada Alloh dan hari  akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan kemurtadan  tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama  yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua). Jenis-jenis kekufuran  baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para  ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya  (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa  mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari  Islam bila ditinggalkan.”[32]
NEJED, TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN
Pada hlm. 151-152 penulis membawakan hadits bahwa sumber fitnah  berasal dari Nejed, dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, sehingga  pada hlm. 156 penulis menukil ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa  sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dua tanduk setan itu tiada  lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Jawaban: [33]
Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara penulis di atas bukanlah  suatu hal yang baru, melainkan hanyalah daur ulang dari para  pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, dari orang-orang yang  hatinya disesatkan Alloh. Semuanya berkoar bahwa maksud “Nejed” dalam  hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan maksud fitnah yang terjadi adalah  dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!!!
Kebohongan ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah  ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:
1. Hadits itu saling menafsirkan
Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan  lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang  benar tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang  dikeluarkan al-Imam ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no.  13422 dari jalur Ismail bin Mas’ud dengan sanad hasan: Menceritakan  kepada kami Ubaidulloh bin Abdillah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari  lbnu Umar dengan lafazh:
“Ya Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, ya Alloh berkahilah kami  dalam Yaman kami.” Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau  keempat kalinya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Dalam Irak  kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan  fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”
Syaikh Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini  berjudul Akmal al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam  kitab ini beliau mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan  ucapan para ulama ahli hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang  pada akhirnya beliau membuat kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits  ini adalah Irak. Berikut kami nukilkan sebagian ucapannya, “Maksud dari  hadits-hadits di muka bahwa negeri-negeri yang terletak di timur kota  Madinah Munawwaroh[34] ; adalah sumber fitnah dan kerusakan, markas  kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di  peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang  terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah,  Bashrah, dan Baghdad.”[35]
Dalam tempat lainnya beliau mengatakan, “Ucapan para pensyarah  hadits, ahli Bahasa, dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa  Nejed bukanlah nama suatu kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih  tinggi dari sekitarnya maka ia disebut Nejed.”[36]
2. Sejarah dan fakta
Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi di atas  bahwa Irak adalah sumber fitnah[37] baik yang telah terjadi maupun yang  belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang jamaI, Penang  Shiffin, fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya  kelompok-kelompok sesat seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’  (kota dekat Kufah), Rofidhoh (hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah,  jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal munculnya mereka adalah di Irak  sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.
3. Antara kota dan penghuninya
Anggaplah seandainya “Nejed” yang dimaksud oleh hadits di atas adalah  Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits  tersebut hanya mengabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak  memvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya  fitnah di suatu tempat tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang  yang bertempat tinggal di tempat tersebut.
Demikianlah -wahai saudaraku seiman- keterangan para ulama ahli  hadits tentang hadits ini, maka cukuplah mereka sebagai sumber  tepercaya!
PENUTUP
Demikianlah sekelumit yang dapat kami bahas tentang buku ini.  Sebenarnya masih sangat banyak tuduhan-tuduhan dusta dan penyimpangan  yang ada dalam buku ini, namun semoga apa yang sudah kami paparkan dapat  mewakili lainnya.[38] Kesimpulannya, buku ini harus diwaspadai oleh  setiap orang dan sebagai gantinya hendaklah membaca buku-buku yang  bermanfaat. Wallohu A’lam
Sumber : Majalah Al-Furqon Edisi 12 Th. ke-10 Rojab 1432 H [Juni-Juli 2011]
Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com, disalin dari abangdani
———
Catatan kaki:
[1] Lihat Syarh Aqidah Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hlm.  22-24, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan dalam aqidah  beliau tersebut, “Saya tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat  MakhlukNya karena tidak ada yang serupa denganNya.”
[2] Thobaqot Hanabilah Kar. Al-Qodhi Ibnu Abi Ya’la : 1/283-284,  Siyar A’lam Nubala’ Kar. Adz-Dzahabi: 3/3293, Manaqib Aimmah Arba’ah  kar. Ibnu Abdil Hadi hlm. 121, I’tiqad Imam Syafi’i kar. Al-Hakkari hlm  21.
[3] Mukhtashar Al-‘Uluw hal. 278-279
[4] Syarah Ushul I’tiqad Ahli Sunnal Wal Jama’ah kar. Al-Lalikai 1/204, Dzammul Kalam kar. Al-Harowi: 4/390
[5] Syarah ushul I’tiqad kar. Al-Lalikai: 937, Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah kar. Ibnu Abi Izzi Al-Hanafi: 1/85
[6] Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad menulis sebuah kitab  berjudul Al-Qaulus Sadid fir Roddi ‘ala Man Ankaro Taqsima Tauhid  (Bantahan Bagus Terhadap Para Pengingkar Pembagian Tauhid) Dalam kitab  tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama salaf  yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian  kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini termasuk perkara  bid’ah.
[7] Lihat At-Tahdzir min Mukhtashorot Ash-Shobuni fi Tafsir. Hlm 331  –Ar-Rudud- oleh Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adhwaul Bayan kar. Imam  Asy-Syinqithi: 3/488-493.
[8] Lihat al-Mawahib ar-Rabbaniyyah min al-Ayat al-Qur’aniyyah kar. Syaikh Abdurrohman as-Sa’di him. 60.
[9] Min Kunuz al-Qur’an al-Karim kar. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad: 1/149
[10] AI-Majmu’ fi Tarjamah Muhaddits Hammad al-Anshari: 2/531
[11] HR. Muslim: 2699
[12] Saya katakan “mayoritas” karena sebagian ulama mengatakan bahwa  Syaikh Sulaiman tetap dalam permusuhannya, di antaranya adalah Syaikh  Abdulloh al-Bassam dalam Ulama Nejed: 1/305 dan sepertinya Syaikh Abdul  Aziz bin Muhammad dalam Da’awi al Munawi’in hlm. 41-42 cenderung  menguatkan pendapat ini.
[13] Tarikh Nejed : 1/143
[14] Unwan Majd hlm. 65
[15] Dalam makalahnya “Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh Muftaro  ‘Alaihi” dimuat dalam Majalah Buhuts Islamiyyah, edisi 60/Tahun 1421 H
[16] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum hlm. 48-50
[17] Al-Asinnah Al-Haddad hlm. 12-13
[18] Lihat Majmu’ah Muallafat Syaikh: 5/25, 48, 100, 189 dan 3/11.  Lihat buku khusus masalah ini berjudul Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul  Wahhab fi Takfir – kata pengantar Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql
[19] Majmu’ah Muallafat Syaikh : 5/11, 12
[20] Ibid. 5/36
[21] Al-Hadiyyah As-Saniyyah hlm. 40
[22] Al-Asinnah Al-Haddad fi ar-Raddi ‘ala Alwi Al-Haddad hlm. 56-57 secara ringkas
[23] Iqtidho Siroth Mustaqim : 2/281
[24] Al-Kafiyah Asy-Syafiyah no. 198
[25] Lihat ad-Daulah al-Utsmaniyyah kar. Dr Jamal Abdul Hadi hlm. 94  sebagaimana dalam ad-Daulah al-Utsmaniyyah Awamilin wa Asbabis Suquth  kar. Dr. Ali Muhammad Ash-Sholabi (terj. Bangkit dan Runtuhnya Daulah  Khalifah Utsmaniyyah)
[26] Ibid. hlm. 95
[27] Ibid. hlm. 158
[28] Ibid. hlm. 156
[29] Lihat Al-A’lam Al-Arobi fi tarikh hadits dan Aqidah Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruhu fi Alam Islami karya Dr. Shalih  Al-‘Abud
[30] Lihat Pusaka Indonesia Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air  oleh Tamar Djaja cet. VI, 1965, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, hlm.  339 dst.
[31] Dinukil dari tulisan Al-Ustadz Abu Salma berjudul “Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab di Mata Para Peneyesat Ummat” yang dimuat  dalam Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 17, Dzulqa’dah 1426 H.
[32] Ad-Durar As-Saniyyah : 10/275-276 cet. kelima
[33] Disadru dari kitab Al-Iroq Fi Ahadits Wa Atsar Al-Fitan oleh  Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Al Salman cet. Maktabah Al-Furqon.
[34] “Ungkapan yang populer di kalangan ahli sejarah dan ahli hadits  adalah Madinah Nabawiyyah. Adapun menyebutnya dengan Munawwaroh, maka  saya belum mengetahuinya kecuali dalam kitab-kitab orang belakangan.”  Demikian dikatakan Syaikh Dr. Bakr bin Abdillah Abu Zaid dalam Juz fi  Ziyaroh Nisa’ Lil Qubur hlm. 5.
[35] Akmal Bayan hlm 16-17 tahqiq Abdul Qadir As-Sindi, cet. Pertama , Pakistan 1402 H, dari Da’awi al-Munawi’in hlm. 190-191
[36] Ibid. hlm. 21
[37] Oleh karenanya para ulama menjadikan hadit ini sebagai salah  satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad –shallallohu ‘alaihi wa sallam-.  Lihat Umdatul Qori kar. Al-‘Aini 24/200 dan Silsilah Ash-Shohihah :  5/655, Takhrij Hadits Fadhoil Syam kar. Al-Albani hlm. 26-27
[38] Bagi anda yang ingin mengetahui bantahan syubhat dan tuduhan  secara lebih lengkap, silakan membaca kitab Da’awi al-Munawi’in ‘an  Da’wati Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kar. Dr. Abdul Aziz Abdul  Lathif dan buku kami Meluruskan Sejarah Wahhabi cet. Pustaka Al-Furqon
 18.17
18.17
 Serambi Mekkah
Serambi Mekkah


 


 
0 komentar:
Posting Komentar